banner 728x250

Dilematis Nilai Kejujuran Dalam Ujian Daring

banner 120x600
banner 468x60

(Tantangan Pendidikan Karakter Di tengah Pembelajaran Daring Selama Pandemi Korona)

Dari Severinus B. Piran, S. Fil
(GURU SD YPPK GEMBALA BAIK ABEPURA)

banner 325x300

Jayapura, Papua Terbit.com – Adaptasi dunia pendidikan terkait aktivitas belajar dan mengajar dalam jaringan (daring), ternyata tidak hanya berlaku bagi proses pembelajaran. Aktivitas daring juga merambah hingga ke ranah ujian. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19), di mana salah satu poin tentang ketentuan ujian akhir kenaikan kelas dapat juga dilaksanakan dengan tes daring selain berbagai bentuk tes lainnya.

Eksplorasi ujian dalam jaringan dapat dipastikan mulai berlangsung sejak saat itu. Lanjutan dari surat edaran ini dapat disebutkan, pada 30 Maret 2021, Empat Menteri (Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri) mengeluarkan sebuah keputusan bersama dengan Nomor 03/KB/2021,384,HK.01.08/MENKES/4242/2021,440-717 TAHUN 2021, tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), yang diberlakukan pada saat itu juga. Sebagai tindak lanjutnya, keputusan ini dibawa oleh sekolah-sekolah sebagai sebuah solusi dan alternatif untuk keberlangsungan pendidikan di tengah masa pandemi korona.

Model ujian ini telah (dan mungkin sampai kapan belum dapat dipastikan) bertahan selama 3 semester. Sisi baiknya ialah bahwa model pembelajaran ini berlangsung di tengah generasi milenial, di mana generasi ini memiliki karakteristik yang umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital. Akibatnya, angkatan ini terbilang lulus dari gagap terhadap penggunaan media teknologi. Ujian dapat dihadapi dengan tenang dari berbagai tempat yang terhubung dengan koneksi jaringan internet. Bentuk ujian yang demikian, di satu sisi memberikan gambaran akan ketaatan dan kepatuhan sebagai warga negara yang mendukung usaha penanggulangan korona, namun di sisi lain, sekaligus juga menimbulkan sebuah dilematis khusus dalam kaitan dengan nilai kejujuran. Term dilematis di sini sesungguhnya menggambarkan adanya sebuah situasi paradoksal yang tersirat dalam ujian yang dilaksanakan secara daring. Sebab, selain bernuansa kecurigaan akan adanya penyelewengan terhadap nilai kejujuran, term ini juga dapat menjadi sebuah penegasan bahwa peserta didik telah berusaha untuk terlibat dalam menghadapi dan menyelesaikan ujian daring di tengah pandemi ini. Usaha ini layak dihargai serta diapresiasi
.
Namun nilai kejujuran tetap perlu diperbincangkan, sebab kejujuran merupakan salah satu persoalan riskan jika berpadanan dengan ujian. Bukan bermaksud menakut-nakuti peserta didik tetapi lebih dari itu, karena kejujuran memiliki kaitan yang sangat erat dengan pendidikan karakter. Franz Magnis-Suseno dalam kaitan dengan pendidikan karakter teristimewa karakter yang baik, menempatkan kejujuran sebagai salah satu keutamaan atau sikap fundamental yang membentuk seseorang menjadi manusia yang diharapkan, yakni pribadi yang integer, sosial, dan kompeten. Pribadi yang demikian, dapat diukur termasuk melalui ujian yang dilaksanakan di sekolah. Lewat ujian peserta didik dituntut untuk jujur mengungkapkan kemampuan pribadi dalam menguasai materi pembelajaran selama proses pembelajaran berlangsung. Di sini kejujuran ini akan tampak melalui hasil yang diperoleh berupa nilai.

Namun, eksistensi kejujuran hasil belajar yang diadakan secara daring dapat dinilai menimbulkan ambiguitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa, peserta didik dituntut untuk memperoleh nilai yang baik dengan mencapai Kriteri Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan. Tuntutan ini secara tidak langsung mengungkapkan bahwa ada batasan atau titik pemisah yang harus dilewati. Sebaliknya jika bahkan tanpa KKM sekalipun pola pemikiran pra-korona untuk mencapai kisaran nilai tertentu sebagai yang terbaik masih terus melekat. Dorongan ini akan terus terpelihara dan terawat, termasuk saat menjalani ujian secara daring. Karena itu, motivasi yang dipajang untuk digapai saat ujian tetap pada nilai terbaik. Namun, nilai terbaik yang diperoleh dengan ujian daring tentu berbeda dengan ujian dalam ruangan sebagaimana galibnya berlaku sebelum pandemi korona. Titik sorotan di sini terletak bukan pada nominal angka terbaik yang dicapai melainkan proses di balik angka yang dikategorikan sebagai terbaik.

Dalam ujian, nilai yang dicapai tentu membahasakan keberhasilan belajar atau penguasaan terhadap materi pembelajaran yang telah diterima selama Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berlangsung. Namun, nilai hasil ujian daring patut dievaluasi dari kaca mata pendidikan karakter. Salah satu penyebab yang dapat disebutkan di sini berkaitan dengan situasi yang memberi kesempatan untuk bermental instan. Peserta didik akan lebih memilih untuk memanfaatkan Google Search saat ujian daripada harus duduk berjam-jam untuk belajar dan mempersiapkan diri. Tanpa perlu mempersalahkan perkembangan teknologi, hal ini menjadi tantangan untuk mengukur keberhasilan sebuah pembelajaran, termasuk dalam kaitan dengan pendidikan karakter yang mencakup nilai kejujuran. Sebagai tanggapan atas situasi ini, maka pendapat Thomas R Guskey dalam Assessment and Grading in the Midst of Pandemic dalam opini Syamsir Alam yang menyatakan bahwa di masa pandemi ini, penilaian sebaiknya menitikberatkan pada umpan balik/feedback daripada skor/grading.

Tafsiran atas pernyataan ini, lebih lanjut – dalam pandangan penulis – dapat dimodifikasi dengan sebuah model baru dalam ujian yakni ujian yang dilaksanakan secara lisan. Terlepas dari umpan balik yang diperoleh saat pembelajaran, ujian secara lisan dapat menghidupkan kembali semangat kerja keras dari para peserta didik, untuk menguasai materi yang diperoleh selama pembelajaran. Dengan demikian, dilematis nilai kejujuran dalam ujian dapat diminimalisir.

Namun, hal ini juga tidak menutup kemungkinan bagi kreativitas-kreativitas lain dalam usaha meningkatkan pendidikan karakter dan mengatasi dilematis nilai kejujuran di tengah ujian masa pandemi korona ini. Berbagai usaha ini digalakan tidak dengan tujuan mempersulit peserta didik, tetapi lebih dari itu membuka ruang untuk menghadirkan pendidikan karakter. Jika tidak, maka dapat dikatakan nilai kejujuran dalam ujian sedang berada dalam kondisi mati suri dan akan terjaga saat pandemi ini berakhir.

DAFTAR PUSTAKA

Milenial. (Online), (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Milenial, diakses pada 18 Agustus 2021)
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/2021,384,HK.01.08/MENKES/4242/2021,440-717 TAHUN 2021, PANDUAN PENYELENGGARAAN DI MASA PANDEMI CORONAVIRUS DISEASE 2019 (COVID-19). (Online), (https://covid19.hukumonline.com/peraturan-perundang-undangan/peraturan-pusat/pendidikan/, diakses pada 18 Agustus 2021).
Surat Edaran Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). (Online), (https://covid19.hukumonline.com/wp-content/uploads/2020/04/surat_edaran_menteri_pendidikan_dan_kebudayaan_nomor_4_tahun_2020-2.pdf, diakses pada 18 Agustus 2021).
Suseno, Frans Magnis. Agama, Filsafat, Modernitas. Harkat Kemanusiaan Indonesia Dalam Tantangan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2021.
Syamsir Alam. 2020. Penilaian dan Angka Rapor Pembelajaran Daring. (Online), https://m.mediaindonesia.com/opini/322254/penilaian-dan-angka-rapor-pembelajaran-daring, diakses pada 18 Agustus 2021).

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *